Pekerjaan Beton
Pracetak
A. Umum
1. Merupakan cara pembuatan beton yang dicetak di suatu lokasi fabrikasi
khusus
dan setelah mencapai
kekuatan yang memadai, beton tersebut diangkat
(handling) ke tempat elemen
struktur yang telah direncanakan.
2.
Elemen struktur yang
dibuat dengan metode pracetak dapat berupa balok, pelat dan kolom
3.
Beton pracetak harus
memiliki presisi dimensi yang tinggi.
4.
Detail pertemuan antar
elemen beton pracetak harus direncanakan dengan baik agar tidak mengurangi
kekuatan struktur dan mudah untuk dilaksanakan.
5.
Semua persyaratan teknis
beton pracetak adalah sama dengan beton biasa kecuali yang terkait dengan
metode pelaksanaan.
B.
Bekisting
1. Bekisting yang digunakan
harus dapat menjamin hasil yang presisi, tidak keropos maupun geripis
2. Material bekisting dapat
berupa multipleks film (phenol film multiplex) yang diberi perkuatan terhadap
tekanan ke semua sisi bekisting. Perkuatan dapat berupa rangkaian rangka hollow
dan rabat beton untuk sisi bawah.
3. Permukaan bekisting harus
diolesi dengan pelumas khusus dengan kualitas baik.
4. Setelah digunakan,
bekisting harus segera dibersihkan dari sisa-sisa beton.
C. Tulangan besi beton
1. Besi beton yang digunakan harus sesuai dengan perencanaan.
2. Pelaksana harus membuat pendetailan yang
baik sebelum dilaksanakan dan diajukan
kepada direksi. Jika dianggap perlu, direksi lapangan dapat meminta pelaksana
untuk membuat contoh pertemuan tulangan (mock up).
3. Perubahan design tulangan yang disebabkan oleh kondisi khusus harus dengan
persetujuan direksi lapangan.
4. Panjang penyaluran, panjang lewatan, penjangkaran, sambungan tulangan dan
hal-hal lain yang terkait dengan
pendetailan tulangan mengikuti peraturan yang
berlaku.
5. Posisi tulangan harus terjaga terhadap kemungkinan pergeseran akibat proses
erection elemen beton.
6. Besi tulangan harus tetap bersih terhadap sisa-sisa pengecoran yang mungkin
melekat saat fabrikasi beton
pracetak. Sisa-sisa beton yang menempel tersebut
harus dibersihkan terlebih dahulu
sebelum dilakukan pengecoran.
7. Jika tidak direncanakan, tulangan harus dihindari terhadap tambahan tegangan
akibat pelaksanaan pracetak beton
maupun proses pemasangan dan
pengangkatan yang tidak baik.
D.
Pengecoran
1. Sebelum pengecoran dilakukan,
harus diperiksa terlebih dahulu dimensi bekisting dan perkuatan telah terpasang
sesuai rencana.
2. Beton yang digunakan harus
tidak boleh mengandung bahan aditif yang menghambat proses pengerasan awal
beton.
3. Pengecoran harus menggunakan
bahan penggetar khusus internal (vibrator).
4. Alat getar internal harus dihindari
agar tidak merusak dan merubah presisi bekisting.
5. Alat bantu berupa talang dapat
digunakan namun harus diperhatikan posisinya supaya tidak merusak bekisting dan
menggeser tulangan.
6. Setelah proses pengecoran
dilakukan, elemen pracetak harus diberikan curing yang memadai agar tidak
terjadi retak susut.
E.
Pengangkatan (Handling)
1.
Umur beton pada saat
pengangkatan harus telah memperhitungkan kekuatan beton pada umur tersebut
berdasarkan hasil trial mix beton dan
gaya- gaya eksternal yang bekerja pada elemen struktur tersebut.
2.
Pelaksana harus memberikan
perhitungan yang rinci kepada direksi lapangan mengenai kekuatan beton pada
saat pengangkatan.
3.
Beton tidak diperkenankan
untuk mengalami retak struktur lentur dan geser pada saat pengangkatan, kecuali
diberikan perhitungan struktur tersebut masih mampu untuk menanggung beban saat
service load.
4.
Pengangkatan dapat
dilakukan dengan menggunakan alat angkat crane.
5.
Pengangkatan harus
dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi beban kejut yang besar dan
mengakibatkan elemen pracetak tersebut retak.
6.
Pengangkatan elemen
pracetak yang berat harus memperhitungkan batas kemampuan alat angkat.
Perhitungan kemampuan alat angkat harus diberikan kepada direksi lapangan untuk
disetujui.
7.
Titik angkat elemen
pracetak harus diperhitungkan dan disampaikan kepada direksi lapangan untuk
disetujui.
8.
Pengangkatan harus
menggunakan alat bantu transfer beam untuk menjamin tidak adanya gaya tambahan
pada elemen pracetak.
F.
Penyimpanan (Stocking).
1.
Penyimpanan beton pracetak
harus dilakukan sedemikian rupa sehingga beton tidak mengalami keretakan karena
kelebihan tegangan akibat sistem penyimpanan yang tidak baik.
2.
Pelaksana harus
memperhitungkan tegangan-tegangan yang terjadi dalam sistem penyimpanan.
Perhitungan tersebut harus diberikan kepada direksi lapangan untuk disetujui.
3.
Jika lahan yang tersedia
tidak cukup, penyimpanan beton pracetak boleh dilakukan dengan cara ditumpuk ke
atas dengan titik tumpu penyangga yang segaris.
4.
Tanah lokasi penumpukan
harus cukup baik agar tidak terjadi penurunan atau settlement yang besar hingga menambah tegangan pada elemen
pracetak.
5.
Penumpukan harus
memperhatikan urutan penggunaan elemen pracetak.
6.
Penyangga dapat berupa
kayu kaso yang relatif lurus (tidak bergelombang).
7.
Beton pracetak yang telah
disimpan harus ditandai dengan sistem kode tertentu agar tidak tertukar dengan
elemen pracetak yang lain.
g.
Proses Pemasangan (Install)
1.
Sebelum dilakukan proses
install, harus dipasang support yang memadai.
2.
Support yang dibuat harus
mampu untuk menahan beban vertikal yang terjadi dan memperhatikan kekuatan
tanah sehingga tidak terjadi penurunan tanah yang besar.
3.
Penyusunan support harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga dijamin kestabilan terhadap goyangan dan
lendutan elemen pracetak dapat dikendalikan.
4.
Pelaksana harus memberikan
perhitungan supporting kepada direksi lapangan.
5.
Elemen pracetak yang
dipasang, harus tepat berada di lokasi yang telah direncanakan. Jika terjadi
kesalahan lokasi, maka pelaksana harus membongkar dan
menggantinya dengan yang benar.
6.
Elemen pracetak yang
dipasang harus presisi terhadap lokasi dan tegak lurus.
7.
Selama proses pemasangan,
harus dihindari benturan dengan elemen pracetak yang lain yang mengakibatkan
permukaan beton pecah. Jika hal ini terjadi, maka pelaksana harus memperbaiki
permukaan beton tersebut.
8.
Proses pemasangan tidak
boleh menyebabkan adanya tambahan tegangan yang tidak diperhitungkan terhadap
beton maupun besi tulangan.